Kerja Sama dan Koordinasi
- Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, PMI bekerja sama dan berkoordinasi dengan organisasi internasional dan organisasi nasional yang bergerak di bidang kemanusiaan serta instansi pemerintah terkait.
- Kerja sama dan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pendanaan PMI dapat diperoleh dari:
a. donasi masyarakat yang tidak mengikat, dan
b. sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain pendanaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pengelolaan pendanaan PMI dilaksanakan secara transparan, tertib, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengelolaan pendanaan PMI diaudit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peran serta masyarakat dalam kegiatan Kepalangmerahan dapat dilakukan dengan cara:
a. memberikan bantuan tenaga, dana, fasilitas, serta sarana dan prasarana;
b. mengawasi kegiatan Kepalangmerahan;
c. memberikan masukan terhadap kebijakan Kepalangmerahan; dan
d. menyampaikan informasi dan/atau laporan penyalahgunaan lambang dan nama Kepalangmerahan.
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Kepalangmerahan.
Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Kepalangmerahan, pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan terhadap orang perseorangan, kelompok orang, dan organisasi atau lembaga kemanusiaan lainnya yang terdaftar.
Dalam rangka pengawasan, Ketua Umum PMI melaporkan kegiatan Kepalangmerahan kepada Presiden paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau secara insidental.
Setiap Orang dilarang menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung selain sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Setiap Orang dilarang menyalahgunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Setiap Orang dilarang menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu badan hukum tertentu atau organisasi tertentu dan/atau menggunakan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI untuk reklame atau iklan komersial.
Setiap Orang dilarang meniru atau menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan atau nama dan lambang PMI yang berdasarkan bentuk dan warna, baik sebagian maupun seluruhnya dapat menimbulkan kerancuan dan kesalahpengertian terhadap penggunaan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI, kecuali lambang yang telah diatur dalam hukum internasional.
Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Setiap Orang yang menyalahgunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau
Tanda Pelindung dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Setiap Orang yang menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu badan hukum tertentu atau organisasi tertentu dan/atau menggunakan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI untuk reklame atau iklan komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Selain pidana pokok yang dijatuhkan, pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa penarikan produk barang yang beredar dari peredaran.
Setiap Orang yang meniru atau menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan atau nama dan lambang PMI yang berdasarkan bentuk dan warna, baik sebagian maupun seluruhnya dapat menimbulkan kerancuan dan kesalahpengertian terhadap penggunaan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penggunaan Lambang Kepalangmerahan yang telah digunakan oleh Setiap Orang yang tidak berhak berdasarkan Undang-Undang ini wajib diganti dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. perhimpunan PMI yang diakui dan ditunjuk sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan palang merah di Republik Indonesia Serikat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 ditetapkan sebagai PMI berdasarkan Undang-Undang ini; b. PMI menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang ini.
Organisasi kemanusiaan lain tetap dapat melaksanakan Kegiatan Kemanusiaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur Kepalangmerahan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 9 Januari 2018
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 9 Januari 2018
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd. YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 4
Salah satu tujuan pembangunan nasional yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendukung ketertiban dunia adalah melalui penyelenggaraan Kepalangmerahan, baik di dalam maupun di luar negeri. Penyelenggaraan Kepalangmerahan merupakan salah satu pelaksanaan perikemanusiaan yang adil dan beradab, wajib mendapatkan pelindungan. Pelindungan tersebut, terutama untuk menjamin penggunaan Lambang Kepalangmerahan oleh pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan Kepalangmerahan.
Secara internasional, Konvensi Jenewa telah menetapkan tanda pembeda yang digunakan oleh para petugas penolong korban peperangan, yaitu dalam: a. Konvensi Jenewa I Tahun 1949; b. Konvensi Jenewa II Tahun 1949; c. Protokol Tambahan I Tahun 1977; d. Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX Tahun 1965; dan e. Hasil kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional Tahun 1991.
Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah diratifikasi oleh kurang lebih 192 negara, termasuk Indonesia melalui ratifikasi Konvensi Jenewa Tahun 1949 dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Ikut-Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949. Konvensi tersebut tidak memberikan pengesahan terhadap peperangan, tetapi untuk menetapkan ketentuan yang harus ditaati oleh negara-negara untuk mengurangi penderitaan akibat perang.
Pengaturan penggunaan Lambang Kepalangmerahan dalam sebuah Undang-Undang merupakan salah satu kebutuhan hukum masyarakat yang mendesak untuk diimplementasikan karena pada saat ini penggunaan Lambang Kepalangmerahan di Indonesia rancu dan tidak dapat dipastikan bahwa lambang tersebut sebagai tanda pembeda bagi petugas dan sarana relawan kemanusiaan tertentu sebagaimana telah ditetapkan oleh Konvensi Jenewa Tahun 1949.
Perlunya pertimbangan untuk menggunakan satu lambang sesuai dengan basil pertemuan pertemuan Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-20 di Wina Tahun 1965 dan direvisi oleh Dewan Delegasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di Budapest Tahun 1991. Kedua pertemuan telah menghasilkan pengaturan penggunaan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah oleh Perhimpunan Nasional (Regulation on the Use of Emblem of the Red Cross or the Red Crescent by the National Societies).
Penyelenggaraan Kepalangmerahan berdasarkan Konvensi dilaksanakan oleh PMI. Perhimpunan PMI yang diakui dan ditunjuk sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan palang merah di Republik Indonesia Serikat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 ditetapkan sebagai PMI berdasarkan Undang-Undang ini dan menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang ini. Dalam penyelenggaraan Kepalangmerahan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dan melindungi terhadap penyelenggaraan Kepalangmerahan yang dilaksanakan oleh PMI.
Download UU RI Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:
UU RI Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan
Download File:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan..pdf
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan. Semoga bisa bermanfaat.
0 Response to "UU RI Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan"
Posting Komentar